10 November 2009

kemampuan untuk menyesuaikan diri adakah kemampuan untuk tetap berdiri atas

Bianglala itu bagaikan hidup, terkadang di atas dan kadang di bawah


Sewaktu aku masih di Jakarta, apabila aku menghabiskan hari minggu ku dirumah, biasanya tiap jam 19.00, aku menonton Metro TV dan menyaksikan tayangan Mario Teguh Golden Ways. Aku yakin, banyak orang yang menyukai motivator yang terkenal dengan sapaan “super”, tapi tidak sedikit pula teman-teman di twitter aku yang dengan terang-terangan antipati dengannya.

Diluar pro kontra keadaan itu, biasanya otak aku memfilter apa yang aku saksikan dari tayangan itu. Beberapa menit yang lalu, aku sedang mengotak-ngatik folder laptop aku, dan ingin memindahkan data-data yang kuanggap tidak penting ke harddisc extrernal ku. Lalu aku menemukan file microsoft word berjudul "adaptasi dari MTGW". Rupanya aku mencatat isi acara itu. Acara yang disiarkan pada bulan Mei itu membahas topik berjudul adaptasi. Aku rasanya mencatat isi acara itu, karena ada hubungannya dengan rencana kuliahku.

Diawal acara, Mario Teguh berkata “kemampuan untuk menyesuaikan diri adakah kemampuan untuk tetap berdiri atas”. Jangan kita mengasumsikan berada diatas adalah menjadi seorang penguasa. Namun mari berpikir bahwa, roda kehidupan dan dunia usaha berputar dengan kecepatan dan kekuatan yang tidak teratur. Dan untuk dapat tetap berdiri tegak di dalam ketidakteraturan maka kita harus teratur dalam cara-cara penyesuaian dan pertumbuhan diri kita. Ingatlah bahwa pekawan dari ketidakteraturan adalah keteraturan. Itu sebabnya siapapun yang ingin menjadi pemilik dan pemimpin bagi kehidupannya sendiri, maka dia harus menteraturkan diri nya sendiri.

Dari hasil “ceramah” itu, aku pun menyimpulkan bahwa setelah mampu beradaptasi di negara ini, aku pun harus bisa hidup teratur. Hidup teratur menurut aku saat ini adalah, mampu mengatur waktu antara agama seoperti ibadah, urusan kuliah, urusan dengan pacar dan waktu senggang. Urusan kuliah bisa berupa tugas dan belajar. Lalu mengatur urusan kamar seperti cuci piring, masak, cuci pakaian dan menyetrika. Dan memanfaatkan waktu lenggang atau kosong untuk hiburan seperti browsing atau chat.

Lalu, bagaimana hasilnya? Aku rasa bila mengacu pada definisi yang aku buat sendiri, rasanya aku belum bisa hidup teratur, namun jauh lebih baik dari waktu hidupku di Jakarta. Saat ini, tugas terkadang keteteran atau mungkin memang tugasnya banyak. Tapi dulu, aku mengerjakan tugas justru di kampus. Urusan rumah seperti memasak terkadang masih terbengkalai dan apabila aku sedang malas masak, pasti pada akhirnya mencari makanan simple seperti telor atau omlet. Di Jakarta saat itu, aku pasti mengandalkan pembantu atau ibuku. Untuk urusan setrika, aku lakukan di akhir pekan. Aku yakin di Jakarta, aku menyetrika apabila aku ingin pergi ke undangan saja. Sedangkan urusan dengan pacar, aku menyempatkan mengirim email atau sms apabila sulit untuk membuka laptop. Untuk urusan yang terakhir ini, aku pun masih terbantu dengan fasilitas telepon gratis ke Indonesia kepunyaan temanku asal Indonesia juga. Aku yakin, apabila di Jakarta, pasti aku akan lebih sering keluyuran entah dengan pacar atau teman.

Untuk urusan ibadah, aku cukup bersyukur mempunyai jadwal sholat waktu setempat dan posisi masjid bisa dibilang lumayan deket dengan tempat tinggalku. Masalah yang acap kali aku jumpai adalah, men jama’ solat zuhur dan ashar di hari selasa dan di hari yang aku mempunyai jadwal kuliah siang. Untuk sholat jumat, sejauh ini aku baru sekali melewatkannya karena alasan kuliah juga. Aku pun bersyukur disini, faktor cuaca membuat aku bisa untuk menambah amalan puasa sunnah. Terakhir, aku pun menemukan support group baru yaitu Pengajian Online yang biasa diadakan hari Jumat dan Sabtu malam waktu setempat. Dibandingkan dulu, aku memang jadi lebih jarang sholat berjamaah di masjid.

Semoga keteraturan yang sedikit lebih baik dari waktu di Jakarta dan kecepatan dalam beradaptasi ini, bisa bertahan lama terutama ketika aku kembali ke tanah air Indonesia.

No comments:

Post a Comment