Allahuakbar Allahuakbar Allahuakbar. Laa Illaha Illalahu Huwallahu Akbar.
Allahuakbar wa lilla hilham.
Malam ini terasa sunyi. Anganku melayang pada bayangan rumah yang berada di jalan Purnawarman 64 Bandung. Tempat aku dan keluarga menghabiskan waktu idul adha yang jatuh di penghujung minggu. Aku membayangkan senda gurau dan canda tawa keluarga besar. Besar dalam jumlah anggota keluarga dan besar dalam jumlah permasalahan.
Semenjak aku disini, telinga ini masih kerap mendengar permasalahan baru di keluarga ayahku. Entah, dulu ingin sekali lari dari masalah keluarga yang ada, namun sekarang aku justru merindukan itu. Yeah rite, you dont know what you’ve got till you miss it.
Memang, keluarga besar dari bapakku berbeda dengan keluarga besar dari ibuku. Dari ibuku lebih terasa nuansa islami nya. Di tempat keluarga besar ibuku, aku terbiasa melakukan takbiran bersama, berzikir lalu mendengarkan wejangan dari sang Kakek yang masih terlihat segar. Rasanya aku ingin berada di Dago saat ini juga. Tapi tidak dengan keluarga bapakku yang hanya ada perbincangan antar penghuni rumah.
Rutinitas ku pagi hari biasanya adalah rebutan kamar mandi. Memang aneh dan lucu saja kalo di ingat kembali. Rumah yang mempunyai 3 buah kamar mandi namun dikerubuti oleh 16 orang yang mempunyai tujuan sama, pergi sholat idul adha berjamaah.
Biasanya, aku yang paling belakang dalam urutan mandi, karena malas terburu-buru dan di gedor-gedor oleh anggota keluarga yang lain. Sambil menunggu urutan, aku biasanya memanaskan mesin mobil dan merapihkan interior sebelum digunakan anggota keluarga ku.
Berangkat menuju tempat sholat pun, biasanya mobil aku membuka jendela agar tetap terdengar sayup-sayup gema takbir. Pasca idul adha, aku kembali ke Purnawarman. Menghabiskan waktu hingga siang hari dengan menyantap ketupat dan opor. Setelah itu, biasanya kembali lagi ke Dago untuk pemotongan hewan qurban. Oh indahnya membayangkan itu semua.
Kini, hanya laptop yang memutar MP3 Holy Quran dan beberapa kertas dan bahan untuk presentasi esok hari. Sebagai kaum minoritas, tidak ada tanggal merah untuk Idul Adha esok hari. Aku hanya bisa sabar, ikhlas dan tetap berusaha agar dapat menyelesaikan studi ku. Membuat bayangan kumpul idul adha bisa menjadi sebuah aktifitas nyata di tahun mendatang.
Rennes, 9 Dzulhijjah 1431 H, 22.46
Allahuakbar wa lilla hilham.
Malam ini terasa sunyi. Anganku melayang pada bayangan rumah yang berada di jalan Purnawarman 64 Bandung. Tempat aku dan keluarga menghabiskan waktu idul adha yang jatuh di penghujung minggu. Aku membayangkan senda gurau dan canda tawa keluarga besar. Besar dalam jumlah anggota keluarga dan besar dalam jumlah permasalahan.
Semenjak aku disini, telinga ini masih kerap mendengar permasalahan baru di keluarga ayahku. Entah, dulu ingin sekali lari dari masalah keluarga yang ada, namun sekarang aku justru merindukan itu. Yeah rite, you dont know what you’ve got till you miss it.
Memang, keluarga besar dari bapakku berbeda dengan keluarga besar dari ibuku. Dari ibuku lebih terasa nuansa islami nya. Di tempat keluarga besar ibuku, aku terbiasa melakukan takbiran bersama, berzikir lalu mendengarkan wejangan dari sang Kakek yang masih terlihat segar. Rasanya aku ingin berada di Dago saat ini juga. Tapi tidak dengan keluarga bapakku yang hanya ada perbincangan antar penghuni rumah.
Rutinitas ku pagi hari biasanya adalah rebutan kamar mandi. Memang aneh dan lucu saja kalo di ingat kembali. Rumah yang mempunyai 3 buah kamar mandi namun dikerubuti oleh 16 orang yang mempunyai tujuan sama, pergi sholat idul adha berjamaah.
Biasanya, aku yang paling belakang dalam urutan mandi, karena malas terburu-buru dan di gedor-gedor oleh anggota keluarga yang lain. Sambil menunggu urutan, aku biasanya memanaskan mesin mobil dan merapihkan interior sebelum digunakan anggota keluarga ku.
Berangkat menuju tempat sholat pun, biasanya mobil aku membuka jendela agar tetap terdengar sayup-sayup gema takbir. Pasca idul adha, aku kembali ke Purnawarman. Menghabiskan waktu hingga siang hari dengan menyantap ketupat dan opor. Setelah itu, biasanya kembali lagi ke Dago untuk pemotongan hewan qurban. Oh indahnya membayangkan itu semua.
Kini, hanya laptop yang memutar MP3 Holy Quran dan beberapa kertas dan bahan untuk presentasi esok hari. Sebagai kaum minoritas, tidak ada tanggal merah untuk Idul Adha esok hari. Aku hanya bisa sabar, ikhlas dan tetap berusaha agar dapat menyelesaikan studi ku. Membuat bayangan kumpul idul adha bisa menjadi sebuah aktifitas nyata di tahun mendatang.
Rennes, 9 Dzulhijjah 1431 H, 22.46
No comments:
Post a Comment