04 November 2009

dia, seperti apa yang aku inginkan

Aku suka wanita itu.
Hari itu, H-2 sebelum bulan Ramadhan. Aku memberanikan diri untuk mengajaknya jalan. Jalan yang bukan hanya sekedar jalan, itu yang ada di hati dan pikiranku. Ternyata, wanita itu sedang berpuasa. Aku tambahkan niat untuk menemani wanita itu berbuka puasa.

Bagiku, kesan pertama sangat menentukan. Mungkin hal itu berlaku bagi beberapa pria lain. Tapi diluar sana, belum tentu orang tahu bagaimana perasaanku saat itu. Bagaimana pikiranku bekerja. Pikiranku saat itu terus memikirkan hari itu, hari berikutnya dan tentang aku dan dia.

Ternyata, aku terlambat beberapa menit dari waktu yang telah ditentukan. Dia pun keluar dari rumah dengan suara agak parau. Rupanya dia tertidur. Akhirnya kami pun pergi setelah aku pamit izin dengan ibunya. Hati pun bertambah gusar melihat jalanan yang dilalui sangat padat terlebih matahari hampir tenggelam yang menandakan waktu berbuka untuknya akan tiba.

Mencoba membunuh waktu dengan diskusi dan pertanyaan berbau penyelidikan. Aku bertanya, “Jadi bagaimana dengan Miko?”. Anggap saja itu nama pria yang pernah mengisi hatinya. Kepalanya bergerak naik turun dan diiringi tarikan nafas. Seketika bibirnya pun mengucapkan kalimat yang membuat hatiku tersenyum. Pasti malaikat yang bisa membaca hatiku, pasti paham bahwa itu adalah langkah yang bagus untuk selanjutnya.

Hati ini kembali tersenyum karena berhasil tiba di tempat tujuan setelah melalui jalan tikus yang tak pernah diduga sebelumnya. Namun perasaan bersalah terus menghantuiku karena keterlambatanku membuatnya telat berbuka. Hari itu terus dilalui dengan cerita tentang dirinya yang sungguh menarik untuk didengarkan.

2 hari setelah itu, aku mengajaknya ke sebuah majelis untuk menambah ilmu agama. Awalnya, aku hanya mengetest saja. Setelah dua kali menelpon untuk memastikan, akhirnya dia mau. Hati ini tersenyum dan berkata “Jarang-jarang ada wanita yang mau aku ajak ke tempat seperti ini, semoga saja kami mempunyai visi yang sama”. Selesai acara di majelis itu, aku kembali mengantarkan dia pulang. Terbesit iseng-iseng berhadiah di pikiranku untuk mengajaknya ke acara aku dan teman-teman kampusku, Sahur bersama anak yatim. Sayangnya dia tidak bisa. Bukan masalah untuk aku, mungkin dia sungkan dengan lingkungan ku.

Setelah hari itu, aku sepertinya memantapkan niatku untuk menyatakan perasaanku padanya. Harus, mungkin kata yang lebih tepat. Sebelum aku pergi, sebelum aku menyesal dan sebelum dia mempunyai orang lain.

Tiga hari setelah itu. Aku kembali mengajaknya pergi sekaligus menepati janji yang telah aku buat sebelumnya. Tempat tujuan itu adalah tempat yang cukup romantis untuk melihat sunset di daerah utara Jakarta.

Bibirku saat itu lebih banyak terdiam. Pikiran dan hati kembali bekerja setelah mendengar beberapa kalimat dari dia, seperti rencananya di beberapa hari kedepan. Aku kaget. Kapan waktunya untuk aku yaa. Kapan aku harus mengutarakan perasaanku yaa. Dan kapan dan kapan lainnya.. Ratusan pertanyaan menghampiri aku.

Setibanya di tempat tujuan, kami pun langsung duduk di tempat yang telah aku pesan. Tempat yang menurut ku tepat untuk melihat pemandangan. Akhirnya kembali bercerita panjang lebar tentang aku dan dia. Hati ini akhirnya mempunyai keyakinan untuk bicara. Keyakinan itu muncul ketika aku bertanya “Rencana lo setelah lulus emangnya apa?” dan jawaban dari dia cukup membuatku bernafas lega. Ditambah kalimat ketika ibunya menanyakan siapakah aku.

Akhirnya pun aku menyatakan perasaanku yang membutuhkan dia. Butuh, bukan sekedar mau ataupun iseng. Selang setelah itu diiringi dengan kata “Iya” dari bibirnya. Akupun tersenyum lega. Aku pria yang jauh dari kata pria ideal, tidak mempunyai muka tampan dan badan berotot, kepandaian berkata-kata yang lemah, tidak mampu menekan tuts piano dan menyanyikan lagu cinta. Namun detik itu, aku berhasil mengalahkan pria ideal itu dengan mendapatkan wanita tersebut.

Aku merasakan kebahagian yang sangat amat dalam urusan cinta. Setelah sekian lama hati ini jauh dari urusan cinta lawan jenis. Akhirnya ada wanita yang mengucapkan "sayang", kata paling mesra di planet ini.

I hope This is the last time I'll fall... in love. (Eric Benet – Last Time)

No comments:

Post a Comment