20 January 2010

YOU JUST NEED TO BELIEVE

Di suatu malam, layaknya seorang pasangan yang mengalami hubungan LDR (long-distance relationship), aku dan wanita itu melakukan sebuah chatting via messenger. Tujuannya tak lain dan tak bukan untuk menjaga komunikasi.

Kalimat demi kalimat muncul di layar handphone-ku. Namun ada satu pembahasan yang membuat aku terdiam, yaitu keinginannya membeli license majalah muslimah dari luar negeri. Menurutnya, di dunia ini sangat jarang dan aku pun menyadari itu.

Tanpa banyak pikir, aku pun mengiyakan hal itu untuk mendukung keinginan wanita itu. Bangga, karena itu merupakan satu hal yang jarang terbesit dan pada umumnya, banyak orang lebih memilih jalan yang banyak diambil orang lain karena takut gagal maupun alasan lainnya. Kadang terpikir, kenapa beberapa pemuda di Indonesia itu bisa digolongkan modernisation victim atau hal sejenisnya. Yang hanya mau mengikuti arus tanpa mau berpikir membuat hal baru. Ya walau dikatakan juga banyak yang berani thinking out of the box.

For you, YOU JUST NEED TO BELIEVE. Bagi yang pernah menonton film Kungfu Panda, pasti ingat akan kata-kata yang keluar dari mulut Master Shifu Ogway. Film ini cukup inspiratif dan bisa mendorong yang menontonnya untuk percaya dan yakin akan kemampuan diri sendiri. Film ini kelar disaat aku lagi merasa "goin crazy" dengan yang nama nya skripsi namun karena keyakinan dalam diri, aku bisa kembali memotivasi diri sendiri.

AYO KAMU BISA

10 January 2010

WHATEVER IT TAKES, THE FUTURE IS SO MUCH BETTER


Beberapa hari yang lalu aku baru saja menempatkan diri sebagai pembaca cerita yang baik. Untuk kesekian kali nya aku membaca cerita cinta seorang sahabat yang ditulis lewat messenger. Cerita itu ibarat lagu lama, karena dia menceritakan cerita yang kisah asli nya telah berakhir di awal tahun 2008.

Aku tidak lelah memberikan masukan yang sama dengan gaya bahasa yang berbeda. Iya, dengan cara penyampaian yang berbeda namun mempunyai makna sama. Move on mate, please.

Detik itu, dia menceritakan kehadiran orang baru namun di sisi lain dia masih tidak bisa melupakan orang lama. Come on, your past story was precious, but hold. He was your "Mr Right", but you should find another "Mr. Right" for your present and the future. Your future is so much better.

Yap, mungkin kalimat terakhir yang aku tulis juga terasa pas untuk diriku saat ini. Namun perbedaannya adalah, aku harus mengalahkan ego dan segala keinginan dalam diriku saat ini. Hari ini esok tentunya hadir dengan berjuta keinginan, namun hanya sedikit yang benar-benar kau butuhkan. Aku harus bisa mengalahkan keinginan aneh dan tak penting seperti eurotrip, “banci konser” dan hal hura-hura sejenisnya dengan berjuang saat ini. Berjuang untuk menggapai masa depan.

Aku sangat yakin,
“the future is so much better”.

09 January 2010

SOMEDAY FOR SOMEONE


Layaknya sebuah perjalanan, tentu akan ada sebuah tujuan

Layaknya sebuah perjuangan, pasti ada kemenangan

Layaknya sebuah pekerjaan, tentunya akan ada imbalan

Begitu juga dengan diri ini, sedang berjalan, berjuang dan bekerja. Untuk sebuah tujuan di masa depan

Tak hanya untuk diri sendiri dan keluarga namun juga untuk bersamanya. Untuk bersamanya.

08 January 2010

BERSYUKUR

Aku senang aku senang
Tapi bingung aku bingung
Aku senang aku senang
Tapi heran aku heran

Dan akupun bertanya
Pada semua ikan di kolam
Tidakkah kau merasa bosan di situ
Dan dia pun menjawab
Tiada bosan walau berada di tempat sekecil ini
Karna ku di sini
Setiap hari bersama Tuhanku

Dan akupun bertanya
Pada laron-laron beterbangan
Buat apa kau hidup semalam
Dan dia pun menjawab
Tiada tersia walau hanya semalam aku hidup di dunia
Karna dalam semalam aku hidup
Kusebut Tuhanku

Dan akupun bertanya
Pada semut-semut di sarangnya
Tidakkah kau mrasa lelah bekerja
Dan dia pun menjawab
Tiada lelah walau spanjang hidup aku terus bekerja
Karna setiap saat
Dalam bekerja bersama Tuhanku

Dan aku bertanya pada hatiku
Sejauh apa hidup tanpa Tuhanmu
Dan aku bertanya pada jiwaku
Selama apa hidup tanpa Tuhanmu
Dan aku bertanya pada diriku
Sekeras apa kerja tanpa Tuhanmu

Aku sangat malu ketika membaca lirik dari lagu
Fatih yang berjudul Laron Ikan Semut. Bagaimana tidak, mereka yang tidak diberi otak saja mampu berpikir untuk tidak mengeluh. Sedangkan aku sebagai manusia, yang sudah diberi banyak kenikmatan, terkadang masih suka mengeluh, menggerutu dan bahkan kufur nikmat.

Sudah sebaiknya kita untuk tidak terlalu sering melihat ke atas. Jadikan pembanding yang lebih baik dari kita itu sebagai penyemangat hidup. Dan jadikan pula pembanding yang kurang dari kita sebagai tempat untuk bersyukur dan berbagi.

“Sesungguhnya jika kamu bersyukur, niscaya Aku akan menambah nikmatmu, tetapi jika kamu mengingkari (nikmatKu), maka pasti azab-Ku akan berat” (QS Ibrahim – 7)
.

AS TIME GOES BY, I GROW UP


Hampir 24 tahun yang lalu saya lahir

Belajar merangkak, belajar berjalan dan belajar mengayuh sepeda

Masa SD, mengenal pendidikan awal. Mengalami ‘bab’ di celana sebagai pengalaman yang masih terngiang hingga sekarang

Masa SMP, masa aku mengenal kehidupan dunia sebagai sebuah kompetisi

Di SMA aku menjadi anak nakal yang bermodal nekat dan sering berbohong. Pertama kali merasakan memukul dan dipukul oleh orang

Tak lama setelah itu, waktu beranjak dimana saya sering nongkrong dan keluyuran tanpa tujuan, aktif di organisasi dan sebagai masa return point

Daaaang, sidang skripsi, diceburin, wisuda dan berhak menyandang gelar Sarjana Ekonomi

Detik ini, saya duduk terpaku didepan layar laptop sebagai seorang mahasiswa S2. Bahkan tidak pernah terbayangkan akan berada di benua Eropa

Waktu berjalan sangat cepat, tidak lama lagi saya akan lulus dilanjutkan sebuah kewajiban baru yakni bekerja, menikah, menjadi seorang ayah, memiliki cucu

Dan tanpa disadari, kematian pun juga akan semakin dekat.

Kepada Yang Terindah : Senyuman-mu


Kepada Yang Terindah:
Senyuman-mu
Bintaro – Jakarta
Indonesia

Tidak banyak yang bisa kusampaikan melalui tulisan ini. Hanya bait rindu layaknya seorang lelaki pengecut yang tak berani menyampaikan perasaan secara langsung.

Eits tunggu dulu. Perbedaan waktu mungkin menjadi menghambat mengapa detik ini aku tidak melayangkan sms atau bbm kepadamu. Namun percuma, aku kangen akan senyumanmu.

Doa ku kirim kepada Yang Maha Kuasa agar aku diberi kesabaran untuk melewati dan mengatasi perasaan rindu ini.

*Maafkan hamba Ya Allah, yang selalu menyanjung makhluk ciptaanMu

07 January 2010

BERLIN, PERPADUAN METROPOLITAN DAN SEJARAH

Berlin, sebuah kota metropolitan yang menyimpan ratusan sejarah kehidupan dunia. Kisah peperangan yang berujung terkenalnya tembok Berlin. Tembok yang berdiri kokoh memisahkan Jeman Barat dan Timur cukup membuat nama kota ini terkenal di Eropa bahkan dunia.

Kota yang saat ini menjadi ibukota Jerman menyimpan sejuta pesona bagi para turis yang berkunjung. Dari budaya, sejarah dan tempat wisata membuat Berlin menarik untuk dijelajahi, baik bersama agen perjalanan, backpacker, liburan sendiri maupun berstatus pelajar di benua Eropa.

Saya, sebagai seorang pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di benua Eropa, mengambil langkah terakhir untuk mengunjungi Berlin. Kisah menjelajahi Berlin dalam waktu 3 hari ini diawali dengan pencarian kerabat asal Indonesia yang bisa dijadikan sebagai pemandu dan memanfaatkan nya untuk tempat tinggal. Untuk mendapatkan itu, saya mencarinya melalui milis PPI (Perkumpulan Pelajar Indonesia) setempat. Saya akhirnya mendapatkan tempat tinggal sekaligus pemandu yang berdomisili di wilayah Alexanderplatz.

Perjalanan saya ini bertepatan dengan liburan musim dingin, dimana kondisi siang hari lebih sebentar dibandingkan malam hari. Matahari “sedikit” bersinar dimulai pada pukul 08.30 dan terbenam pada pukul 17.00 waktu setempat. Jejak kaki pertama saya di Berlin adalah di stasiun utama kereta nya, yang lebih dikenal dengan nama Berlin Haupbanthof. Stasiun yang sangat megah ini menyiratkan secara tidak langsung keadaan kota Berlin yang cukup maju dan metropolitan. Ditempat ini pula, saya menemukan suasana yang tidak jauh berbeda dengan Mall di Jakarta karena dapat dengan mudahnya menemukan restauran cepat saji dan gerai kopi Amerika terlaris.

Setelah beristirahat sejenak, tuan rumah mengajak saya berjalan-jalan ringan menyusuri jalan yang terkenal dengan nama Unter den Linden. Jalan besar ini menghubungkan Alexanderplatz dengan Brandenburger Tor. Sepanjang jalan tersebut, saya menemui beberapa tempat yang cukup menarik untuk dibagi.

Diawali dari Weltuhr, sebuah tiang berbentuk bulat yang menandakan waktu di beberapa kota besar di dunia. Jakarta pun turut masuk dalam bagian waktu tersebut. Bagian atas tiang tersebut dapat berputar seiring perubahan jam yang terjadi di tiap wilayah.

Perjalanan menyusuri Unter den Linden dilanjutkan dengan melewati Mercedez Benz Gallery. Sebuah tempat sejenis showroom produk Mercedez Benz namun tidak melayani transaski jual beli. Ditempat ini, saya melihat beberapa produk seperti mobil, miniatur mobil, jaket dan sejarah Mercedez Benz dalam kancah otomotif dan F1.

Kemudian kami melangkahkan kaki ke sebuah tempat bernama Egyptian Museum of Berlin. Sebuah bangunan sejarah yang berisi peninggalan Mesir dan masuk ke Jerman pada masa Kaisar Freidriech Wilhem II. Sayang, ketika kami kesana, bangunan tersebut sedang tutup. Menurut cerita, apabila musim panas (summer), kolam dibelakang tempat saya berfoto akan mengeluarkan air mancur dan banyak warga Jerman yang bermain air bahkan mandi di dalam kolam tersebut.

Selepas itu, kami melanjutkan perjalanan ke Brandenburger Tor. Ini merupakan sebuah gapura yang menandakan sisa-sisa peninggalan dari Tembok Berlin yang telah dirobohkan. Ditempat tersebut, juga tampak seseorang yang berperan seolah-olah sebagai pemeriksa paspor. Hal tersebut untuk mengingatkan keadaan Jerman sewaktu Tembok Berlin masih berdiri. Pria tersebut pun menawarkan jasa cap paspor sebagai bentuk souvenir. Dengan merogoh kocek sebesar 2 Euro, kita bisa mendapatkan stempel paspor “untuk melintasi perbatasan wilayah” dan juga foto bersama petugas tersebut.

Setelah lelah berjalan, kami pun mencoba mengisi perut dengan masakan Libanon. Ternyata, bagi warga Indonesia yang tinggal di daerah Berlin, masakan Libanon ini cukup terkenal. Kami pun meluncur ke lokasi dengan menggunakan kereta. Dengan membayar 2,1 Euro untuk tiket jangka waktu 2 jam atau sebesar 6 Euro untuk jangka waktu seharian penuh, kita bisa menggunakan segala macam bentuk transportasi di dalam kota Berlin.

Setibanya di restaurant bernama El – Reda di daerah Beusselstrasse, kami pun memesan menu bernama Kubideh. Makanan yang berisi nasi beserta daging kambing dan sambal tomat ini pun kami barter dengan uang senilai 5 Euro. Atau bisa juga mencoba Lammspiess, menu seharga 7 Euro ini berisi daging kambing berbentuk sate namun tanpa tusuk. Di restaurant ini pun kami diberikan minuman teh manis hangat gratis.

Keesokan harinya, perjalanan kami mulai dengan mengunjungi gerai roti Back Factory. Disambut dengan sapaan hangat “Guten Morgen” yang berarti selamat pagi oleh pelayan gerai. Tempat ini menawarkan roti yang beraneka ragam, dari yang mungkin kita sering temui hingga yang khusus ciri khas Jerman seperti Applepie. Kami merekomendasikan beberapa pilihan lainnya seperti Croissant coklat, muffin dan Choconut. Selepas dari tempat tersebut, kami beranjak menuju tempat bersejarah bernama Check Point Charlie. Bila menggunakan subway, cukup turun di gerbang terdekat bernama Kochstrasse. ini menjadi salah satu pintu perbatasan antara Jerman Barat dengan Timur. Tempat ini cukup terkena karena menjadi gerbang masuk terbesar, dan kata “Charlie” berasal dari simbol sandi huruf C. Di wilayah ini pun, masih tersisa Tembok Berlin yang sengaja tidak dirobohkan oleh pemerintah Jerman sebagai bentuk peninggalan.

Tujuan kami selanjutnya adalah gereja yang bernama Gedächtnis Kirche. Gereja yang terletak di daerah Zoologischer Garten ini adalah salah satu bangunan yang terkena bom pada waktu Perang Dunia kedua. Karena tidak keseluruhan bangunannya hancur, di tempat ini masih sempat di jadikan tempat beribadah bagi penduduk Jerman. Pemerintah pun mengabadikan bangunan ini sebagai museum tanpa ada perubahan sedikitpun dan membangun gereja baru yang jauh lebih layak tepat di sebelah gereja lama. Melihat hal seperti itu, membuat kami kagum akan keputusan peerintah Jerman yang mampu melestarikan peninggalan sejarah dan merawatnya hingga dijadikan sebagai objek wisata para turis.

Kami pun beranjak menuju tempat tujuan berikutnya yang bernama Sony Centre. Sebuah tempat modern yang sangat elok karena permainan sinar cahaya lampu pada malam hari. Tempat ini juga kerap dikunjungi anak muda Jerman karena terdapat beberapa kafe dan juga bioskop dengan bahasa Inggris lengkap beserta subtittle nya. Tak hanya itu, apabila siang hari, bangunan yang terletak di wilayah Potsdamer Platz ini identik pula dengan perkantoran.

Setelah lelah berjalan, kami mengisi perut di restoran bernama Hot Chilli Pepper, sebuah restoran Vietnam di daerah Charlottenburg. Sesuai dengan namanya, restoran ini terkenal karena makanannya yang sangat pedas. Kami merekomendasikan menu bebek atau Ente dalam bahasa Jerman. Beruntung bagi kami yang berstatus mahasiswa, karena kami mendapat minuman gratis apapun itu, free refill untuk air mineral dan satu porsi nasi tambahan. Dengan harga tidak sampai 6 Euro tempat makan ini cukup menjanjikan, terlebih juga menyediakan berbagai macam sushi.

Perjalanan selama di Berlin tidak lengkap rasanya bila kami tidak membeli souvenir ciri khas Berlin. Beberapa barang tersebut bisa di dapatkan di daerah Unter den Linden, yang bisa dikatakan daerah para turis karena berjejer toko-toko souvenir. Beberapa benda yang ditawarkan diantaranya gantungan kunci, pajangan, miniatur beberapa tempat bersejarah, mug, kaos, postman bag, payung, kartu pos dan masih banyak lagi yang harga nya berkisar antara 3 hingga 30 Euro.

Sungguh indah berkeliling di kota Berlin. Sebuah kota yang patut dijadikan destinasi wisata di daratan Eropa selain Paris dan London. (raf/ad*)

06 January 2010

INDONESIA. JANGAN DI BENCI, JANGAN PULA (TERLALU) DIBANGGAKAN


Tulisan ini tertuang karena hasil pemikiran teman-teman saya yang merupakan orang Indonesia namun sedang bekerja ataupun menuntut ilmu di negara lain. Biasanya saya dan beberapa teman seringkali mengadakan conference baik via ym maupun skype dengan membahas hal-hal dari kurang penting hingga tidak penting (hahaha). Kami melakukan ini karena memiliki kesamaan waktu di malam hari terutama apabila sedang santai. Bahkan biasanya diikuti pula oleh seorang pria dari Indonesia, yang entah kenapa pria ini belum tidur padahal waktu Jakarta sudah dini hari. Apakah dia memang pengangguran atau kuliah tapi tidak jelas. Dua kalimat terakhir benar-benar tidak penting dan sekedar intermezzo. Sebelum saya melanjutkan tulisan ini, saya mohon maaf apabila ada pihak yang tidak berkenan karena perbandingan atas pengamatan dan hasil diskusi yang saya lakukan.

Karena seringnya intensitas diskusi tidak penting, saya sering pula akhirnya membandingkan kondisi kehidupan warga Indonesia yang tinggal di Indonesia dan tinggal di negara lain. Bahkan, beberapa jam yang lalu saya berdiskusi ringan dengan seorang kawan yang tinggal di UK untuk bekerja dan ikut istrinya yang akan melanjutkan pendidikan Master. Hasil diskusi dengan pria tersebut pun kembali menambah perbandingan yang berujung pada judul tulisan saya.

Obrolan saya dengan pria UK itu sebenarnya simpel. Bagaimana pemerintah menghargai hak orang cacat untuk beraktivitas. Saya bercerita kepada beliau, tentang hebatnya pemerintah di tempat saya tinggal sekarang. Mulai dari orang cacat yang mendapat tempat khusus untuk menonoton bola di stadion, kemudahan menikmati transportasi umum hingga kemanan berjalan di trotoar. Pria yang berprofesi sebagai arsitek itu pun menjelaskan bahwa, selama ini di Indonesia, selama dia menjalankan profesinya itu, dia dan rekan-rekan nya sesama arsitek selalu mendesain bangunan dengan memikirkan keberadaan orang cacat. Namun lebih lanjut, dia menambahkan karena beberapa faktor akhirnya hal tersebut dihilangkan.

Faktor yang dimakusd diantaranya, apabila itu proyek pemerintah, biasanya budget sudah disunat sehingga harus mengorbankan pembangunan fasilitas untuk orang cacat. Dan apabila pembangunan dilaksanakan oleh pihak swasta, mereka lebih memikirkan untuk menghemat biaya karena layanan untuk orang cacat, (menurut si pemegang proyek) akan menghambur-hamburkan uang.

Selain mengenai public service, hal yang kurang diperhatikan oleh pemerintah adalah merawat bangunan bersejarah. Saya juga sering melihat beberapa perumahan di daerah Bandung (termasuk rumah nenek saya sendiri). Perumahan tersebut banyak yang sudah berdiri sejak sebelum merdeka namun pemerintah tidak memberi perhatian lebih hingga akhirnya pemilik rumah tersebut merenovasi dengan biaya sendiri. Saya membandingkan dengan sebuah gereja di daerah Berlin, dimana gereja tersebut pernah menjadi korban pada waktu Perang Dunia Kedua tapi tetap bisa dijadikan tempat beribadah. Pemerintah Jerman pun melestarikan tempat tersebut dan menjadikan museum lalu membangun gereja baru di sebelah bangunan lama untuk dijadikan tempat beribadah.

Lebih lanjut, hal ini sudah berlangsung sejak lama dan terkadang membuat para arsitek “gondok” karena karya nya menjadi tidak sempurna. Bahkan ada beberapa dari rekan nya yang memutuskan lebih memilih berkarya di negara lain. Berhubungan dengan memilih berkarya di negara lain karena faktor apresiasi dari pemerintah, saya pernah melihat tayangan Kick Andy di sebuah stasiun TV berita Indonesia. Lalu saya dan dua orang teman dari Berlin dan Zimbabwe berdiskusi mengenai hal ini. Hingga mencapai titik bahwa rendah pula apresiasi pemerintah pada sumbangsih warga. Memang, untuk hal ini ada faktor X seperti keterbatasan kondisi keuangan dan banyak hal yang urgensi nya lebih tinggi. Namun, apabila dipikir lebih dalam, berapa banyak Indonesia telah kehilangan warganya yang mempunyai kemampuan brilian yang seharusnya bisa dimanfaatkan untuk kemajuan negara*.

Entah, apakah pemerintah terlalu sibuk mengurus keadaan negara atau sibuk mengurus lingkungan sekitar, tapi tiga hal tersebut yang berhubungan dengan public service, bangunan bersejarah dan penghargaan terhadap ilmu ternyata sudah menjadi lagu lama yang melulu dibahas tanpa ada respon konkrit. Padahal Indonesia sudah merdeka sejak tahun 1945, jauh lebih dulu dibanding Jerman yang masih ada konflik hingga tahun 1989, namun Jerman bisa jauh lebih maju dan berkembang.

Saya tidak membenci keadaan pemerintah seperti itu, namun saya dan teman-teman generasi muda lah yang sebaiknya bisa mengubah keadaan tersebut di masa mendatang. Toh nyatanya, jika saya melihat Indomie goreng dipajang di Toko Asia di daerah Eropa, saya bangga bukan main. Sama senangnya bila mendapatkan easy money di Jakarta seperti mengawas ujian S1 di UI selama 2 jam dengan upah senilai Rp. 50.000 yang bisa digunakan untuk membeli bensin sendiri.

Mungkin pada akhirnya, semua berujung pada sebuah dilemma of happiness dimana kita bisa mendapatkan kesenangan baik hidup di Indonesia maupun diluar namun tidak secara utuh bila kita memilih salah satu nya. Akan berbeda jika kesenangan pada dua sisi tersebut kita kombinasikan pada satu wadah.

*Tulisan ini saya tulis diluar konteks nasionalisme dan pengabdian pada negara (saya tidak memasukkan kedua unsur tersebut)

02 January 2010

my trip's partner.


Ive just finished my short holiday but I dont think its such a good enough trip. I went to Berlin and Hamburg, two big city in Germany. I think, it would be great trip if I went with my special one.
Btw, mengenai perjalanan liburan kemarin, aku merasakan “tua dijalan” karena menghabiskan 12 jam perjalanan dari Paris ke Berlin dan 12 jam juga dari arah sebaliknya. Oleh sebab itu, perjalanan panjang dan memakan waktu tersebut tidak akan kita rasakan bila mempunyai partner. Daaaan 4 (empat) partner saya selama perjalanan kemarin adalah:
1. My BlackBerry
Even this is not the newest one, but I still gratitude having BB, a smartphone yang sejak saya pindah ke Perancis berubah menjadi stupidphone gara-gara sering muncul jam pasir (baca nge-hang). Namun wal au begitu, aku bisa menikmati beberapa fitur penting dari Curve-ku sejak wanita itu memiliki BB. Selama perjalanan, aku merasakan keuntungan dengan adanya BB, bisa mengusir rasa bosan dengan chat bersama anggota keluarga dan teman yang berada jauh. Dan pastinya bisa tetap berkomunikasi dengan wanita itu.
2. Tas punggung Eiger
Well actually this is not mine. Aku pinjam tas ini dari seorang teman dari Indonesia yang tinggal sekota dengan ku saat ini. Alasan menggunakan backpack adalah agar tidak perlu repot menggeret tas atau menjinjing. Namun ternyata, sisi buruknya adalah, setelah perjalanan menuju pulang, isi tas punggung tersebut bertambah dan menjadi beban sehingga tidak selincah ketika aku berangkat.
3. Buku bacaan karangan Amru Khalid.
Sejak aku mengikuti sebuah training SDM, aku sangat tertarik membaca buku karangan dari Amru Khalid. He such a good writer. Mungkin karena dia menuntut ilmu di Mesir, sehingga pengetahuan agama nya cukup luas. Walau perjalanan liburan kemarin cukup panjang, aku belum juga menyelesaikan membaca buku karangannya yang berjudul “Wahai Saudaraku, Bersabarlah!”. Tapi setidaknya, aku bisa mencicil.
4. Ipod Nano 8 GB
Ipod yang berwarna hijau ini benar-benar melengkapi liburan aku. Diisi dengan playlist kesukaanku, membuat aku cukup terhibur menghadapi perjalanan panjang, mendengar jeritan anak kecil menangis di kereta dan kebosanan menunggu datangnya kereta.