Berlin, sebuah kota metropolitan yang menyimpan ratusan sejarah kehidupan dunia. Kisah peperangan yang berujung terkenalnya tembok Berlin. Tembok yang berdiri kokoh memisahkan Jeman Barat dan Timur cukup membuat nama kota ini terkenal di Eropa bahkan dunia.
Kota yang saat ini menjadi ibukota Jerman menyimpan sejuta pesona bagi para turis yang berkunjung. Dari budaya, sejarah dan tempat wisata membuat Berlin menarik untuk dijelajahi, baik bersama agen perjalanan, backpacker, liburan sendiri maupun berstatus pelajar di benua Eropa.
Saya, sebagai seorang pelajar Indonesia yang menuntut ilmu di benua Eropa, mengambil langkah terakhir untuk mengunjungi Berlin. Kisah menjelajahi Berlin dalam waktu 3 hari ini diawali dengan pencarian kerabat asal Indonesia yang bisa dijadikan sebagai pemandu dan memanfaatkan nya untuk tempat tinggal. Untuk mendapatkan itu, saya mencarinya melalui milis PPI (Perkumpulan Pelajar Indonesia) setempat. Saya akhirnya mendapatkan tempat tinggal sekaligus pemandu yang berdomisili di wilayah Alexanderplatz.
Perjalanan saya ini bertepatan dengan liburan musim dingin, dimana kondisi siang hari lebih sebentar dibandingkan malam hari. Matahari “sedikit” bersinar dimulai pada pukul 08.30 dan terbenam pada pukul 17.00 waktu setempat. Jejak kaki pertama saya di Berlin adalah di stasiun utama kereta nya, yang lebih dikenal dengan nama Berlin Haupbanthof. Stasiun yang sangat megah ini menyiratkan secara tidak langsung keadaan kota Berlin yang cukup maju dan metropolitan. Ditempat ini pula, saya menemukan suasana yang tidak jauh berbeda dengan Mall di Jakarta karena dapat dengan mudahnya menemukan restauran cepat saji dan gerai kopi Amerika terlaris.
Setelah beristirahat sejenak, tuan rumah mengajak saya berjalan-jalan ringan menyusuri jalan yang terkenal dengan nama Unter den Linden. Jalan besar ini menghubungkan Alexanderplatz dengan Brandenburger Tor. Sepanjang jalan tersebut, saya menemui beberapa tempat yang cukup menarik untuk dibagi.
Diawali dari Weltuhr, sebuah tiang berbentuk bulat yang menandakan waktu di beberapa kota besar di dunia. Jakarta pun turut masuk dalam bagian waktu tersebut. Bagian atas tiang tersebut dapat berputar seiring perubahan jam yang terjadi di tiap wilayah.
Perjalanan menyusuri Unter den Linden dilanjutkan dengan melewati Mercedez Benz Gallery. Sebuah tempat sejenis showroom produk Mercedez Benz namun tidak melayani transaski jual beli. Ditempat ini, saya melihat beberapa produk seperti mobil, miniatur mobil, jaket dan sejarah Mercedez Benz dalam kancah otomotif dan F1.
Kemudian kami melangkahkan kaki ke sebuah tempat bernama Egyptian Museum of Berlin. Sebuah bangunan sejarah yang berisi peninggalan Mesir dan masuk ke Jerman pada masa Kaisar Freidriech Wilhem II. Sayang, ketika kami kesana, bangunan tersebut sedang tutup. Menurut cerita, apabila musim panas (summer), kolam dibelakang tempat saya berfoto akan mengeluarkan air mancur dan banyak warga Jerman yang bermain air bahkan mandi di dalam kolam tersebut.
Selepas itu, kami melanjutkan perjalanan ke Brandenburger Tor. Ini merupakan sebuah gapura yang menandakan sisa-sisa peninggalan dari Tembok Berlin yang telah dirobohkan. Ditempat tersebut, juga tampak seseorang yang berperan seolah-olah sebagai pemeriksa paspor. Hal tersebut untuk mengingatkan keadaan Jerman sewaktu Tembok Berlin masih berdiri. Pria tersebut pun menawarkan jasa cap paspor sebagai bentuk souvenir. Dengan merogoh kocek sebesar 2 Euro, kita bisa mendapatkan stempel paspor “untuk melintasi perbatasan wilayah” dan juga foto bersama petugas tersebut.
Setelah lelah berjalan, kami pun mencoba mengisi perut dengan masakan Libanon. Ternyata, bagi warga Indonesia yang tinggal di daerah Berlin, masakan Libanon ini cukup terkenal. Kami pun meluncur ke lokasi dengan menggunakan kereta. Dengan membayar 2,1 Euro untuk tiket jangka waktu 2 jam atau sebesar 6 Euro untuk jangka waktu seharian penuh, kita bisa menggunakan segala macam bentuk transportasi di dalam kota Berlin.
Setibanya di restaurant bernama El – Reda di daerah Beusselstrasse, kami pun memesan menu bernama Kubideh. Makanan yang berisi nasi beserta daging kambing dan sambal tomat ini pun kami barter dengan uang senilai 5 Euro. Atau bisa juga mencoba Lammspiess, menu seharga 7 Euro ini berisi daging kambing berbentuk sate namun tanpa tusuk. Di restaurant ini pun kami diberikan minuman teh manis hangat gratis.
Keesokan harinya, perjalanan kami mulai dengan mengunjungi gerai roti Back Factory. Disambut dengan sapaan hangat “Guten Morgen” yang berarti selamat pagi oleh pelayan gerai. Tempat ini menawarkan roti yang beraneka ragam, dari yang mungkin kita sering temui hingga yang khusus ciri khas Jerman seperti Applepie. Kami merekomendasikan beberapa pilihan lainnya seperti Croissant coklat, muffin dan Choconut. Selepas dari tempat tersebut, kami beranjak menuju tempat bersejarah bernama Check Point Charlie. Bila menggunakan subway, cukup turun di gerbang terdekat bernama Kochstrasse. ini menjadi salah satu pintu perbatasan antara Jerman Barat dengan Timur. Tempat ini cukup terkena karena menjadi gerbang masuk terbesar, dan kata “Charlie” berasal dari simbol sandi huruf C. Di wilayah ini pun, masih tersisa Tembok Berlin yang sengaja tidak dirobohkan oleh pemerintah Jerman sebagai bentuk peninggalan.
Tujuan kami selanjutnya adalah gereja yang bernama Gedächtnis Kirche. Gereja yang terletak di daerah Zoologischer Garten ini adalah salah satu bangunan yang terkena bom pada waktu Perang Dunia kedua. Karena tidak keseluruhan bangunannya hancur, di tempat ini masih sempat di jadikan tempat beribadah bagi penduduk Jerman. Pemerintah pun mengabadikan bangunan ini sebagai museum tanpa ada perubahan sedikitpun dan membangun gereja baru yang jauh lebih layak tepat di sebelah gereja lama. Melihat hal seperti itu, membuat kami kagum akan keputusan peerintah Jerman yang mampu melestarikan peninggalan sejarah dan merawatnya hingga dijadikan sebagai objek wisata para turis.
Kami pun beranjak menuju tempat tujuan berikutnya yang bernama Sony Centre. Sebuah tempat modern yang sangat elok karena permainan sinar cahaya lampu pada malam hari. Tempat ini juga kerap dikunjungi anak muda Jerman karena terdapat beberapa kafe dan juga bioskop dengan bahasa Inggris lengkap beserta subtittle nya. Tak hanya itu, apabila siang hari, bangunan yang terletak di wilayah Potsdamer Platz ini identik pula dengan perkantoran.
Setelah lelah berjalan, kami mengisi perut di restoran bernama Hot Chilli Pepper, sebuah restoran Vietnam di daerah Charlottenburg. Sesuai dengan namanya, restoran ini terkenal karena makanannya yang sangat pedas. Kami merekomendasikan menu bebek atau Ente dalam bahasa Jerman. Beruntung bagi kami yang berstatus mahasiswa, karena kami mendapat minuman gratis apapun itu, free refill untuk air mineral dan satu porsi nasi tambahan. Dengan harga tidak sampai 6 Euro tempat makan ini cukup menjanjikan, terlebih juga menyediakan berbagai macam sushi.
Perjalanan selama di Berlin tidak lengkap rasanya bila kami tidak membeli souvenir ciri khas Berlin. Beberapa barang tersebut bisa di dapatkan di daerah Unter den Linden, yang bisa dikatakan daerah para turis karena berjejer toko-toko souvenir. Beberapa benda yang ditawarkan diantaranya gantungan kunci, pajangan, miniatur beberapa tempat bersejarah, mug, kaos, postman bag, payung, kartu pos dan masih banyak lagi yang harga nya berkisar antara 3 hingga 30 Euro.
Sungguh indah berkeliling di kota Berlin. Sebuah kota yang patut dijadikan destinasi wisata di daratan Eropa selain Paris dan London. (raf/ad*)