Kendala hidup di negara yang agama Islam bukan sebagai agama kaum mayoritas kembali terasa. Aku lagi-lagi merasakan sulitnya memperoleh waktu dan tempat untuk beribadah. Jadwal kuliah yang menyambung tanpa henti diiringi workgroup untuk tugas kelompok kembali menjadi kendala. Terlebih, sudah 2 kali berturut aku mengganti Sholat Jumat aku dengan Zuhur. Itupun harus di Jama’ dengan Ashar.
Banyak pihak mengatakan, kita terjebak dalam keadaan. Namun aku selalu berpikiran, mengapa kita kalah dengan aturan buatan manusia. Mencoba mengakali keadaan dengan kecerdasan yang aku miliki namun tetap, di lubuk hati ini merasakan ketidaksempurnaan dalam beribadah. Ibarat kata, kurang afdhal.
Sebuah contoh, aku pernah mencoba “colongan” izin keluar kelas untuk tujuan sholat zuhur tanpa di jama dengan ashar. Keluar dan wudhu di wc yang jelas-jelas tidak ada keran untuk kaki. Sehingga mengakibatkan lantai menjadi becek. Dilanjutkan dengan mecari ruangan kosong. Setelah berkeliling dan akhirnya menemukan ruangan, sholat nya pun dirasa tidak tenang. Simpel, aku masih merasa ragu dan takut dikira aneh bila saja tiba-tiba ada orang non-muslim datang membuka pintu ruangan. Aku yakin nantinya dia akan terheran. Padahal, aku tahu benar bahwa, semua lapisan tanah di bumi ini layak dijadikan tempat sujud. Tinggal menaruh kertas atau kain bersih di bagian muka, Voila kita sudah bisa beribadah.
Memang, disini ada wadah pengajian online. Namun akhir-akhir ini, aku benar-benar butuh sebuah “charger hati” langsung. Duduk sila mendengarkan sang ustadz berceramah dan mengajukan pertanyaan. Bukan hanya berupa mendengar suara dan diiringi dengan kegiatan lain seperti membuka email ato membereskan buku.
Banyak pihak mengatakan, kita terjebak dalam keadaan. Namun aku selalu berpikiran, mengapa kita kalah dengan aturan buatan manusia. Mencoba mengakali keadaan dengan kecerdasan yang aku miliki namun tetap, di lubuk hati ini merasakan ketidaksempurnaan dalam beribadah. Ibarat kata, kurang afdhal.
Sebuah contoh, aku pernah mencoba “colongan” izin keluar kelas untuk tujuan sholat zuhur tanpa di jama dengan ashar. Keluar dan wudhu di wc yang jelas-jelas tidak ada keran untuk kaki. Sehingga mengakibatkan lantai menjadi becek. Dilanjutkan dengan mecari ruangan kosong. Setelah berkeliling dan akhirnya menemukan ruangan, sholat nya pun dirasa tidak tenang. Simpel, aku masih merasa ragu dan takut dikira aneh bila saja tiba-tiba ada orang non-muslim datang membuka pintu ruangan. Aku yakin nantinya dia akan terheran. Padahal, aku tahu benar bahwa, semua lapisan tanah di bumi ini layak dijadikan tempat sujud. Tinggal menaruh kertas atau kain bersih di bagian muka, Voila kita sudah bisa beribadah.
Memang, disini ada wadah pengajian online. Namun akhir-akhir ini, aku benar-benar butuh sebuah “charger hati” langsung. Duduk sila mendengarkan sang ustadz berceramah dan mengajukan pertanyaan. Bukan hanya berupa mendengar suara dan diiringi dengan kegiatan lain seperti membuka email ato membereskan buku.
Dipikir lebih dalam, beribadah dan beraktifitas di negara Indonesia benar-benar seimbang dalam hal proporsi. Pembagian waktu yang adil dan tersedianya tempat tanpa perlu takut dilihat orang. Berharap suatu saat semua makhluk ciptaan Allah dapat mengerti mengenai ibadah sholat. Aku yakin tidak perlu was-was bila sholat sendirian di ruangan kosong. Dan aku tidak perlu berbohong izin ke wc. Dan pastinya, aku bisa melaksanakan sholat jumat tanpa diganti dengan zuhur bahkan aku pun tidak perlu menjama.
No comments:
Post a Comment