18 March 2010

on the chair

I’m escaping to the Mediatheque which means Library in common word. Because in my dorm its very narrow and a lil bit messy, the best place for me to study just Library. There is no Strabucks, Black Canyon, Coffe Bean or Gloria Jeans in here. That place I think its a a lil bit better to do some works.


Now, there is no one in front me. Yup, this is lunch time and I dont have to do that. I am on fasting now. Thats why, this afternoon its kinda feel so tired and lil bit gloomy. All the college things, not really good beareucracy for the internship letter and many things. Oh crap. Even last night everything went well in some case, it doesnt mean I feel the same with today.


Its like, a kindergarden student counting how many hours to breakfasting. I do the same thing, but for another thing.


Mediatheque 12.51.

02 March 2010

AMBIGRAM

Saya tidak tahu banyak mengenai seni ambigram, namun cukup kagum akan seni tersebut. Dilihat dari depan maupun belakang, tetap dibaca sama. Thats my name !!

SO, LISTEN TO THE RADIO


Mempunyai pengetahuan agama yang pas-pasan, tidak yakin bisa berceramah karena hati ini justru yang butuh siraman rohani dan setelah mendengar suara sendiri, rasanya suara ini kurang enak didengar (hahahaha baru sadar, namun tetap PD untuk bernyanyi), akhirnya saya dicemplungin kedalam Sahabat Kajian, sebutan untuk pembawa acara atau DJ atau apalah untuk radio pada umumnya namun ini khusus untuk Radio Pengajian Dot Com.

Sebuah radio streaming terbaru karya anak bangsa yang berisi semua hal yang berhubungan dengan kerohanian Islam, dengan motto Pertahankan Iman ditengah Sahara Kehidupan. Radio yang lahir oleh para perantau terasa pas untuk kita yang hidup di negara yang agama Islam bukan merupakan agama mayoritas.

Tentang saya, tidak banyak yang bisa dijabarkan peran di radio ini. Masih belajar dan berusaha mengisi pengetahuan tentang agama. Saya pun nantinya akan mengkaji dan belajar bersama mengenai aqidah. Bismillah.

BANYAK YANG MERASA BISA, TAPI SEDIKIT YANG BISA MERASA

Akhir pekan kemarin, saya menghabiskan waktu bersama rekan-rekan PPI – Rennes berkunjung ke Lanion, sebuah desa di wilayah barat Perancis. Perjalanan ini terasa unik untuk saya, karena tercipta banyak sekali perbincangan yang tak pernah dirancang sebelumnya. Mulai dari hal yang tidak penting menuju hal yang makin tidak penting (hehe). Banyak terjadi pertukaran pikiran. Hal tersebut saya rasa karena saya adalah orang yang termuda kedua diantara yang ada.

Pembicaraan pun beragam, dari hal mengenai agama, nostalgia PPI Rennes masa lalu hingga politik. Hal yang menggelitik untuk saya ketika pembicaraan beranjak ke persoalan politik. Para sesepuh berpendapat, Indonesia bisa berada dalam kondisi baik bila generasi pemimpin sekarang dipangkas alias dibumihanguskan. Karena mereka-mereka itu yang nanti nya secara tidak langsung mengajarkan dan mewariskan permasalahan kepada generasi muda seperti saya.

Terkadang, permasalahan kompleks seperti korupsi dan hal-hal yang terkait dengan negara membuat prihatin dan ada perasaan seperti salah pilih. Komentar saya saat itu, mereka itu wakil rakyat, wakil suara saya dan teman-teman tapi apa mereka bisa merasakan apa yang kita rasakan. Dimata saya, semua orang yang mengaku membela rakyat itu semua tergolong orang yang merasa bisa namun mereka tidak bisa merasa. Iya, saya yakin mereka pasti seolah-olah merasa bisa memperbaiki negara yang kondisi nya compang-camping, namun mereka tidak bisa merasakan kondisi rakyat terutama yang kesulitan untuk hidup sehari-hari.

Pembicaraan pun berlanjut. Namun kejadian yang terjadi siang hari ini waktu Indonesia, kembali mengingatkan saya akan pembicaraan akhir pekan. Gerombolan pria bersetelan jas terlihat mirip dengan pemuda putih abu-abu yang sibuk menunjukkan kehebatannya kepada sesama pelajar namun beda sekolah. Sungguh ironis.

Perihal banyak yang merasa bisa tapi sedikit yang bisa merasa itu sepertinya tidak hanya dalam urusan para petinggi negara itu, namun bisa diartikan untuk banyak hal. Terkadang, kesombongan, rasa angkuh dan kurang nya bersyukur membuat orang berada pada posisi tersebut. Tidak dipungkiri, saya pun dapat dikatakan beberapa kali terperangkap dalam kalimat tersebut.

Yah apapun itu, marilah merubah stigma tersebut menjadi banyak yang merasa bisa (karena yakin akan kemampuannya) dan harus bisa merasa (keadaan lingkungan sekitar).

Memang, perbincangan dengan rekan yang lebih tua akan membuat kita bisa berpikir dari sisi lain.